Sabtu, 13 Oktober 2012

ASPEK-ASPEK DALAM PEMBANGUNAN ( SOSIAL BUDAYA )


BAB 1 PENDAHULUAN 

Latar Belakang




Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang arsitektur yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam pembangunan. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.

Hubungan antara budaya dan pembangunan sangatlah erat hubungannya,sebagai salah satu contoh suatu masyarakat provinsi tertentu yang dapat mempertahankan bangunan daerah mereka.

BAB 2 TINJAUAN TEORI

Pengertian Sosial

Dalam usaha beradaptasi dengan lingkungannya, manusia bekerjasama dengan sesamanya. akan tetapi kerjasama itu hanya akan berjalan baik di dalam tertib sosial budaya serta didalam wadah organisasi sosial. Organisasi sosial ini merupakan produk sosial budaya, sekaligus merupakan wadah perwujudan dan pertumbuhan kebudayaan.

Di dalam organisasi sosial manusia hidup berkelompok dan mengembangkan norma sosial yang meliputi kehidupan normatif, status, kelompok asosiasi, dan institusi. Organisasi sosial mencakup aspek fungsi yang berwujud dalam aktivitas bersama anggota masyarakat dan aspek struktur. Aspek struktur terdiri dari struktur kelompok di dalam pola umum kebudayaan dan seluruh kerangka lembaga sosial.
Setiap masyarakat mempunyai 4 unsur penting yang menentukan eksistensinya yaitu struktur sosial, pengawas sosial, media sosial dan standar sosial.
§  Struktur sosial: setiap masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok untuk memudahkan pelaksanaan tugas;
§  Pengawas sosial: pengawas sosial mencakup sistem dari ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan dan tindakan anggota masyarakat, pengetahuan empiris yang digunakan manusia untuk menanggulangi lingkungan, dan pengetahuan empiris yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia seperti agama, kepercayaan, ideologi dan sebagainya.
§  Media sosial: Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan sosial, diperlukan adanya komunikasi dan relasi antar anggota masyarakat. Komunikasi dan relasi itu dilangsungkan dengan menggunakan bahasa dan alat transportasi.
§  Standar sosial: standar sosial merupakan ukuran untuk menilai tingkah laku anggota masyarakat serta nilai tingkah cara masyarakat mencapai tujuan.

Pengertian Kebudayaan 

 Kebudayaan merupakan keseluruhan cara hidup masyarakat yang perwujudannya tampak pada tingkah laku para anggotanya. kebudayaan tercifta oleh banyak faktor organ biologis manusia, lingkungan alam, lingkungan sejarah, dan lingkungan psikologisnya. Masyarakat Budaya membentuk pola budaya sekitar satu atau beberapa fokus budaya. Fikus budaya dapat berupa nilai misalnya keagamaan, ekonomi, ideologi dan sebagainya.
Setelah dikemukakan masing-masing artik kata dari sosial dan budaya, maka pengertian sosial budaya dapat dirumuskan adalah sebagai kondisi masyarakat (bangsa) yang mempunyai nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yag dilandasi dengan falsafah negara kesatuan Republik Indoesia.
Ketahanan di bidang sosial budaya dimaksud menggambarkan kondisi dinamis suatu bangsa atau masyarakat, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional didalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara.

Pengertian Sosial Budaya

Aspek sosial budaya.Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi, cara dan pola pikir masyarakat, faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi, dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain, perkembangan IPTEK yang lambat, sifat masyarakat yang sangat tradisional, ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat, prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru, rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan, hambatan ideologis, dan pengaruh adat atau kebiasaan.

BAB 3 STUDI KASUS
Contoh Bangunan Rumah Adat Yang Berkaitan dengan Sosial-Budaya.
RUMAH TEMUKUNG





Rumah temukung termasuk dalam kategori rumah panggung. Rumah yang bentuknya empat persegi panjang ini bagian-bagiannya ada yang bermakna filosofis dan ada yang non-filosofis (fungsional belaka). Bagian-bagian itu adalah: atap, bangngu (balok lok bubungan), tiang-tiang gela yang berfungsi sebagai penopang bangngu, dinding, pintu, tangga, dan kelaga (balai-balai). Untuk lebih jelasnya, berikut ini bagian-bagian itu akan diuraikan satu-persatu.

Atap

Atap rumah temukung menyerupai perahu yang terbalik. Oleh karena itu, Orang Sabu menyebut atap rumah temukung sebagai “atap perahu terbalik”. Bentuk atap yang menyerupai perahu terbalik ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan mereka yang selalu berhubungan dengan laut (tidak dapat dipisahkan dari laut). Dalam kehidupan sehari-hari, perahu tidak hanya


sekedar sebagai alat transportasi ke dan dari pulau-pulau yang ada di sekitarnya, tetapi juga sebagai alat untuk mencari ikan dan sekaligus sebagai tempat berlindung di lautan. Mengingat bahwa perahu demikian berartinya bagi Orang Sabu, maka ketika mereka membuat rumah, atapnya dibuat menyerupai perahu (perahu yang terbalik). Ini adalah simbol bahwa kehidupan mereka tidak lepas dari laut. Malahan, bukan atap rumah saja, menyebut suatu kampung atau kumpulan kampung pun dengan istilah ree kowa (kampung perahu).

Balok Lok Bubungan
Istilah lain yang sering digunakan oleh Orang Sabu untuk menyebut balok lok bubungan adalah “bangngu”. Bangngu sangat erat kaitannya dengan atap karena ukuran atap ditentukan oleh bagian ini. Bentuk bangngu pada tipe rumah temukung dan rumah biasa dapat dibagi menjadi dua, yaitu: ammu ae roukoko (bangngu yang sama ukurannya dengan badan rumah) dan ammu iki (bangngu yang ukurannya 3/5 dari panjang badan rumah)2). Bangngu ini dipasangi kayu-kayu yang posisinya menurun ke arah samping kiri dan kanan sampai ke tepi tiris, sehingga bentuknya menyerupai segi tiga. Kayu-kayu tersebut oleh mereka disebut worena (usuk besar). Dalam sebuah rumah, baik temukung maupun rumah biasa, jumlahnya selalu ganjil. Sebutan untuk jumlah worena dalam sebuah rumah sesuai dengan bahasa deret hitung mereka. Jadi, jika jumlah worenanya ada tiga buah, maka disebut “wo tallu”; jika ada lima buah disebut “wo pidu”; jika ada tujuh buah disebut “wo heo”; dan seterusnya.

Di atas worena dipasangi kayu-kayu yang arahnya melintang. Kayu-kayu ini oleh Orang Sabu disebut “reng” atau “badu”. Jumlah badu yang ada di bagian depan rumah selalu ganjil (9, 11, dan 21), sedangkan yang ada di bagian belakang rumah selalu genap (10,12, dan 22). Ganjil dan genapnya jumlah badu mengandung makna tersendiri. Ganjil merupakan simbol: kiri, belakang, adik, dan perempuan. Sedangkan, genap merupakan simbol: kanan, depan, kakak, dan laki-laki. Artinya, dalam struktur sosial masyarakat Sabu seorang kakak laki-laki mempunyai kedudukan dan peranan yang penting, baik dalam keluarganya maupun masyarakatnya.

Tiang-tiang Rumah Temukung/Gela (Tiang Penopang Bangngu)
Jumlah gela ada dua buah. Satu ada di ujung kiri dan satunya lagi ada di ujung kanan bangngu. Di antara kedua gela itu ada ruang terbuka (kosong). Orang Sabu menyebut ruang itu “roa ammu”. Gela biasanya terbuat dari kayu kola, kayu merah, kayu jati, kayu pohon lontar, kayu pohon kelapa, ajumaddi (kayu hitam) dan aju bahhi (kayu besi). Kayu lainnya dianggap kurang baik.
Sementara itu, tiang-tiang lainnya, seperti tiang-tiang penyangga loteng dan tiang penyangga balok-balok lainnya diberi nama menurut pembagian utama dalam rumah temukung, yaitu duru dan wui. 
Kelaga (Balai-balai)
Orang Sabu menyebut lantai rumah temukung sebagai kelaga (balai-balai). Kelaga terbagi dalam tiga bagian, yaitu: kelaga rai (balai-balai tanah), kelaga ae (balai-balai besar) dan kelaga dammu (balai-balai loteng). Bagian-bagian tersebut sangat erat kaitannya dengan kepercayaan mereka tentang dunia. Menurut mereka “dunia” terbagi dalam tiga bagian, yaitu: rai dida-liru bala (dunia para dewa), rai wawa (dunia manusia), dan rai menata (dunia para arwah).
Pintu
Orang Sabu menyebut pintu rumah temukung sebagai kelai. Bentuknya segi empat. Secara keseluruhan, jumlah pintu rumah temukung ada empat, yaitu: kelai duru (pintu anjungan), kelai wui (pintu buritan), kelai koppo (pintu kamar), dan kelai dammu (pintu loteng). Ukuran setiap pintu bergantung dari ukuran rumah itu sendiri. Meskipun demikian, pada umumnya berukuran: panjang sekitar 1,30-1,75 meter dan lebar 0,70-0,90 meter. Di masa lalu pintu terbuat dari anyaman daun lontar. Namun, dewasa ini jarang ditemukan karena sebagian besar sudah menggunakan kayu.

BAB 4 PENUTUP

Pembangunan bidang sosial budaya  merupakan hal yang tidak mudah, karena terkait dnegan  persoalan filsafat hidup bangsa, pandangan hidup masyarakat, persepsi, cara berfikir, sistem nilai dan orientasi pada masyarakat. Sasaran dari pembangunan bidang sosial budaya adalah  membangun negara bangsa  sehingga menjadi negara modern  tanpa kehilangan jati dirinya. Dalam meyusun strategi pembangunan bidang sosial budaya, aspek yang perlu menjadi perhatian adalah 
1. Bahasa 
2. Adat istiadat
3. Persepsi tetang kekuasaan,
4. Hubungan dengan alam,
5. Locus of sistem,
6. Pandangan tetnang wanita, dan 
7. Sistem keluarga besar. 

Pembangunan aspek tersebut karena berorientasi pada masyarakat maka harus dikategorisasikan dalam tiga kelompok Golongan masyarakat yaitu golongan tradisional, golongan modernis dan golongan ambivalen. Golongan masyarakat ynag tradisional cenderung menolak modernisasi karena menganggap bahwa modernisasi lebih dekat pada proses “westernisasi”,  berorientasi masa lalu dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Golongan modernis adalah golongan yang telah medapatkan pendidikan , terutama pendidikan tinggi, memiliki wawasan luas, dan berorientasi masa depan. Sedangkan Golongan ambivalen berorientasi masa sekarang, dan tidak mau bertanggung jawab dan mengambil resiko dari modernisasi.

Strategi yang dapat ditempuh untuk melakukan pembangunan sosial budaya adalah dengan pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya. Yang dimaksudkan dalam pendidikan yang seluas-luasnya adalah  segala upaya yang dilakukan demi terwujudnya  masyarakat modern yang didambakan. Artinya bahwa proses pendidikan  dapat bersifat formal, informal dan non formal

DAFTAR PUSTAKA