Selasa, 31 Maret 2015

Konservasi Arsitektur ( Stasiun Bogor )

Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat  penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau  bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting.
Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan  bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut.
Bertolak belakang dengan diketahuinya indonesia yang kaya akan sejarah dan  budaya, ternyata masih banyak bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan hal itu. Banyak sekali fenomena-fenomena yang terjadi dan meninbulkan keprihatinan terutama dalam bidang arsitektur bangunan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia saat ini banyak yang menderita sesak nafas.
Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. padahal menghancurkan bangunan kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno  bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu, konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar budaya yang sudah diwariskan oleh  para pendahulu kita.

Jenis-jenis Konservasi Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006), konservasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
  1. Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah  penghancuran.
  2. Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
  3. Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan  baru atau lama.
  4. Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat digabungkan.
  5. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai  budaya masyarakat.
Stasiun Bogor 
Stasiun Bogor dahulu Stasiun Buitenzorg (kode: BOO) adalah stasiun kereta api di Kota Bogor, Indonesia yang dibangun pada tahun 1881. Stasiun yang terletak pada ketinggian +246 m ini memberangkatkan Kereta Rel Listrik (KRL) yang melayani kawasan Jabotabek, yakni menuju Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Jatinegara. Dulu juga terdapat pula Kereta Rel Diesel (KRD) yang melayani rute Sukabumi-Bogor bernama Kereta api Bumi Geulis yang untuk sudah tidak aktif karena mengalami kerusakan, yang saat ini rangkaiannya telah menjadi KRD Patas Bandung non AC.

Stasiun ini disibukkan oleh komuter (penglaju) dari Bogor menuju ke Jakarta. Terdapat puluhan jadwal perjalanan KRL dari stasiun ini setiap harinya. Tahun 2000 hingga bulan Juli 2011, Stasiun Bogor mengoperasikan KRL Pakuan Ekspres dengan lintasan Jakarta-Bogor PP dengan tarif Rp11.000,00[butuh rujukan] untuk sekali perjananan dan telah dilengkapi dengan penyejuk udara (Seri 6000 eks Toei atauSeri 8500 ex Tokyu), yang merupakan cikal bakal KRL Commuter Line.

Pada periode bulan Juli 2011 hingga bulan Juli 2013, rangkaian KRL yang beroperasi dari Stasiun Bogor terdiri dari KRL ekonomi, KRL ekonomi-AC, dan KRL Commuter Line (Red Line). Stasiun Bogor melayani KRL Commuter Line AC dengan harga Rp1.500,00 (Ekonomi hanya sampai stasiun Depok Lama), Rp2.000,00 (Ekonomi tujuan akhir Jatinegara lewat Tanah Abang, Duri, Kampung Bandan, Pasar Senen), (Ekonomi tujuan akhir Jakarta Kota lewat Tanah Abang, Gondangdia, Gambir, Juanda), Rp6.000,00 (Commuter Line AC hanya sampai Depok Lama), dan Rp7.000,00 (Commuter Line AC tujuan akhir Jatinegara lewat Tanah Abang, Duri, Kampung Bandan, Pasar Senen) atau (Commuter Line AC tujuan akhir Kota lewat Gondangdia, Gambir, Juanda).[butuh rujukan]
Seiring dengan penghapusan KRL Ekonomi dan diganti dengan rangkaian KRL Commuter Line AC, pada Juli 2013, PT KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik Commet (Commuter Electronic Ticketing) dan secara bertahap menerapkan perubahan sistem tarif kereta dengan menggunakan sistem progresif. Untuk 5 stasiun pertama dikenakan tarif Rp2.000,00 dan bertambah Rp500,00 untuk setiap 3 stasiun berikutnya.[butuh rujukan]
Pintu Masuk Stasiun Bogor
Selain melayani kereta komuter menuju Jakarta, Stasiun Bogor juga memberangkatkan Kereta api Pangrango dari Halte Paledang yang berjarak 200 meter di sebelah selatan Stasiun Bogor untuk melayani rute Sukabumi-Bogor. Langsiran lokomotif KA Pangrango dilakukan di Stasiun Bogor dikarenakan Halte Paledang hanya mempunyai 1 jalur.
Kesimpulan : 
Stasiun Bogor dapat di revitalisasi, revitalisasi yaitu kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian serta nilai  budaya masyarakat. Untuk meningkatkan fungsinya sebagai stasiun yang lebih baik dengan tetap mempertahankan dan melindungi bangunan kolonial Belanda yang bersejarah.

Sumber : 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar